Jumat, 09 Agustus 2013

ASIKNYA BERWISATA


Menelusur berbagai pengertian wisata, ternyata menyimpul pada satu maksud yang ditunjukkan melalui dua kata yaitu 'berpergian' atau 'perjalanan'. Berwisata memang menjadi sesuatu yang tidak asing, terutama bagi masyarakat modern seperti sekarang. Bahkan saat ini cenderung menjadi kebutuhan pokok, meskipun bukan kebutuhan harian. Bukan hanya bagi kaum 'borjuis' saja, kelas menengah kebawah pun tidak ketinggalan untuk melaksanakan aktivitas berwisata ini, terutama bagi yang menyadari manfaatnya. Tentu saja, berwisata antara kedua golongan tersebut dilakukan dengan cara yang berbeda. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat dana yang dimiliki juga berbeda. Ya, pendanaan tidak bisa dipisahkan dari kegiatan berwisata, tapi tentu tidak berhubungan erat dengan keasikannya. Karena setiap orang memiliki selera dan tipikal tersendiri dalam menikmati hidup, yang akan berhubungan juga dengan caranya menikmati 'wisata'.

Backpacker an adalah istilah yang sering digunakan bagi para penikmat wisata sederhana, yang identik dengan wisata berbiaya rendah. Wisata dengan cara ini terutama cocok untuk para petualang. Ya, tidak selalu berhubungan dengan kaum 'borjuis' atau bukan. Bahkan saat ini, banyak kaum berada yang justru tertarik dengan wisata model ini, terutama yang berjiwa muda. Lalu, apa saja tempat - tempat yang umumnya dikunjungi para backpacker? Mari kita ulas satu per satu...

Gunung atau Pegunungan. Mendaki merupakan aktivitas berwisata untuk tempat wisata gunung atau pegunungan. Kenikmatan yang akan diperoleh dan umumnya dicari para pendaki adalah ketika dapat mencapai puncak dan menikmati pemandangan sekitar dari puncak tersebut, selai kepuasan karena mampu 'menaklukkan puncak', istilah yang seseorang mampu mencapai puncak. Istilah tersebut tepat digunakan mengingat untuk mencapai puncak memang membutuhkan perjuangan tersendiri, menaklukkan rasa takut, menaklukkan rasa lelah, menaklukkan rasa ragu, dan perasaan lainnya yang ada dalam diri yang dapat menghalangi untuk mencapai puncak. Beberapa aktivitas pendakian yang telah banyak dilakukan diantaranya; Pendakian Gunung Api Purba, Semeru, Merbabu, Lawu, Rinjani, Gede, Slamet, Merapi, dan sebagainya.

Gambar Pendakian Gunung Api Purba

Selain pendakian, terdapat pula kegiatan wisata ala backpacker lainnya yaitu susur goa atau caving.

Bersambung...

Kamis, 03 Januari 2013

SEKATEN: Perpaduan Pesta Rakyat, Pelestarian Budaya dan Penghormatan Nilai - Nilai Religi









Hm, Jogja yang dingin. Tadi malam, hampir sepanjang malam Jogja diguyur hujan seperti menumpahkan nyaris semua uap air yang telah ditimbun dan disimpannya selama berbulan – bulan. Dan malam ini, sepertinya langit Jogja cerah. Kemudian tanpa terencana ingatan melayang pada Sekaten.

Sekaten adalah event yang diadakan rutin setahun sekali di alun – alun utara Kota Jogja. Menurut para sesepuh yang lebih dulu menghuni Jogja, Sekaten berasal dari kata ‘Shahadatain’ yang berarti dua kalimat shahadat. Kaum muslim pastilah akrab dengan istilah dan bahkan kalimat nya. Event ini diadakan menjelang peringatan Maulid Nabi, yaitu mengingat dan mensyukuri kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Dari sekian banyak tulisan, dapat disimpulkan bahwa perayaan Sekaten merupakan cara syiar yang dipilih para wali (Wali Songo) di kalangan masyarakat Yogyakarta. Seperti yang telah kita tahu, para wali dahulu menggunakan budaya yang disisipi dengan ajaran Islam untuk memudahkan penyebaran ajaran di kalangan masyarakat yang waktu itu mayoritas beragama Hindu – Budha.

Dakwah Islam yang tercatat, yang berkaitan dengan Perayaan Sekaten adalah dakwah yang dilakukan oleh Walisongo, terutama Sunan Kalijaga, yang menyebarkan Islam melalui seni karawitan. Gamelan yang digunakan oleh Sunan Kalijaga bernama Kanjeng Kyai Sekati. Konon gamelan ini diciptakan oleh Sunan Giri, pada masa Kerajaan Demak. Gamelan inilah yang disebut-sebut sebagai asal-usul kata Sekaten, meskipun ada pula yang menyebutkan bahwa Sekaten berasal dari kata syahadatain, dua kalimat syahadat yang menjadi strategi para wali dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.

Menurut tuturan sejarah, di saat menggelar gamelan Kanjeng Kyai Sekati, Sunan Kalijaga juga melakukan kotbah dan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Kemudian, bagi mereka yang bertekad memeluk agama Islam, beliau mewajibkan kredo kalimat syahadat sebagai pernyataan taat kepada ajaran agama Islam.

Sebuah sumber menyebutkan, Sekaten pertama kali diadakan pada tahun 1477 Masehi atas inisiatif para wali. Sebagai kegiatan syiar pada waktu itu, diadakan perayaan 7 hari menjelang tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW. Maka saat ini perhelatan Sekaten telah berlangsung sebanyak 534 kali dalam kurun tahun yang sama.

Perhelatan dimulai pada tanggal 6 Rabi’ul Awwal ditandai dengan dikeluarkannya dua gamelan yaitu Gamelan Kanjeng Kyai Naga Wilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Prosesi ini disebut Prosesi Miyos Gangsa. Ada sekitar 39 abdi dalem yang memainkan 19 lagu (gending) yang berisi do’a – do’a.

Kedua gamelan tersebut akan dibunyikan di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut – turut, kecuali kamis malam sampai jum’at siang. Pada tanggal 11 malam atau malam tanggal 12 Rabi’ul Awwal berdasarkan kalender tahun hijriyah, tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW, di tempat yang sama dibacakan riwayat Nabi oleh Kiai Pengulu.

Menurut catatan sejarah Sultan Agung (1613-1645) pernah membuat dua set gamelan, yaitu Guntur Madu dan Guntur Sari. Secara bahasa, Guntur Madu memiliki arti yang keluar darinya sesuatu hal yang manis-manis, yang baik. Sedangkan Guntur Sari itu mengandung arti segala suatu yang punya inti, pokok. Akan tetapi, pada saat kerajaan Mataram terbagi menjadi dua: Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta, melalui Perjanjian Giyanti 1755, kedua set gamelan tersebut ikut dibagi seperti layaknya sebuah warisan. Kiai Kanjeng Guntur Madu menjadi milik Kasultanan Ngayogyakarta, sedangkan Kiai Kanjeng Guntur Sari diboyong ke Kasunanan Surakarta. Kemudian Kiai Kanjeng Guntur Madu dipasangkan dengan Kanjeng Kiai Naga Wilaga yang dibuat oleh Tumenggung Ronggoprawidiredjo atas perintah Sultan Hamengku Buwono (HB) I.



Dan sebagai acara puncak, pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal diadakan Grebek yaitu pemberian sedekah oleh Pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan berupa gunungan yang biasanya berisi hasil bumi. Pada waktu perhelatan ini pertama kali diadakan, Kerajaan Mataram belum terpisah. Dan pada saat Mataram terpecah menjadi Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta, tradisi ini masih terus dilestarikan sebagai perhelatan akbar tahunan oleh kedua kasunanan tersebut.




Pasar malam merupakan event tambahan pada perhelatan sekaten ini. Pasar malam akan berlangsung selama 40 hari. Perkembangan perayaan sekaten Yogyakarta yang saat ini dikenalkan dengan nama Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS), mungkin berkembang lebih pesat dan meriah sebagai pesta rakyat dan budaya serta Religi. Hal ini juga sekaligus mennggambarkan bahwa Kesultanan Ngayogyakarta merupakan perpaduan dari tiga kekuatan nilai tersebut. Dan PMPS benar – benar menjadi pesta rakyat, karena semua masyarakat dari berbagai golongan, suku, agama maupun kelas ekonomi dapat berbaur tumpah ruah dalam perhelatan ini.

Sumber: diolah dari beberapa tulisan di www.newyorkyakarta.net/2012/08